Oleh: DR. Rus Budijono. SE., MM., Akuntan., IFRS
Akuntan Register Negara D. 50.867
Jasa Audit, Revieuw dan Kompilasi laporan Keuangan Telp. 087852832767, Email: rusbudijono@ymail.com, websate: www.akuntanpublikswd.com
ABSTRAK:
Lalu
lintas dua arah seringkali menimbulkan kemacetan, terutama di daerah yang padat
kendaraan. Tetapi, tidak demikian dengan komunikasi. Komunikasi dua arah justru
memperlancar hubungan di berbagai bidang, baik di tempat kerja maupun di rumah.
Membangun komunikasi dua arah memang tidak mudah. Karena itu harus kita
kembangkan untuk mendapatkan kesuksesan.
ANDA SEBAGAI PIMPINAN APAKAH PERLU KOMUNIKASI DUA ARAH?
Untuk
mengetahui apakah Anda memang perlu membangun komunikasi dua arah, coba jawab
beberapa pertanyaan berikut:
1.
Apakah anak buah atau bawahan Anda
sering datang kepada Anda dan secara nyaman menyampaikan ”unek-unek” mereka?
2.
Apakah Anda dan tim Anda bisa saling
menerima kritik tanpa mengambil sikap defensif?
3.
Apakah Anda tahu rasa frustrasi,
masalah, keinginan, minat anggota tim Anda?
4. Apakah Anda sering menanyakan
pendapat atau MANU MENERIMA masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan
yang akan Anda ambil?
5.
Apakah dalam rapat dengan tim, ada
kebebasan menyatakan pendapat, memberi usulan dan saran?
6.
Apakah anda marah atau menutup
telinga dari seuah usulan?
7. Apakah anda sering menghasut kepada pimpinan?
8. apakah anda dalam berkomunikasi menyampaikan pendapat dengan bahasa yang baik?
Jika
sebagian besar jawaban Anda adalah ”tidak”, maka kemungkinan besar Anda perlu
membangun komunikasi dua arah. Namun, jika sebaliknya, jawaban Anda kebanyakan
adalah ”Ya”, Anda telah memupuk terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada
salahnya untuk menyimak beberapa kendala komunikasi dan usulah strategi
komunikasi berikut.
KENDALA
KOMUNIKASI
Roger
Neugebauer dalam artikelnya, ”Communication: A two-way Street” mengungkapkan
beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi
dua arah. Protectiveness (Perlindungan).
Pimpinan seringkali tidak
memberitahukan informasi tertentu pada karyawannya atau timnya karena takut
akan menyakiti hati karyawan. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap
bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan
karena karyawan tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan.
Demikian
pula dengan karyawan, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu
kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau
peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan akan marah,
lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka
(sehingga berdampak pada pengurangan anggaran yang dibrikan, kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling
ekstrem adalah memberikan sanksi penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat bahkan memecat mereka.
Defensiveness (Pertahanan). Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”, sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng pertahanan dengan menahan informasi yang masuk.
Ia menganggap
informasi tersebut juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief
yang memberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak
buah Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga
dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya
ingin memberikan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan
kata-kata yang tidak dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang
maka anak buah Pak Arief cenderung akan menutup ”telinga” terhadap informasi
lainnya yang mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi mengenai
strategi memperbaiki kinerjanya).
Tendency
to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi). Jika mendapat informasi dari
seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap
yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi
dengan orang yang dibicarakan tersebut misalkan seperti yang sering dilakukan Prof. DR. S- Tikno., M.Si., M.BA dikementrian Mensekneg. Karena terpengaruh oleh pandangan satu
orang, pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan
sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta
lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua arah, tetapi
komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi
sama sekali.
Narrow perspectives (Perspektif yang sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh: 1). keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon pelanggan atau pelanggan yang ada. Contoh : 2). seorang pimpinan mengurangi anggaran subbag lain dengan dasar suka tidak suka tampa melihat komposisi, stratejik dan manfaat yang ingin dicapai, sementara di subbag lain hanya dengan 4 staf diberikan sppd yang besar hampir separo dari total anggarannya, sementara di subbag lain sangat kekurangan dengan total anggaran yang sangat minim, sementara disubbag yang lainnya lagi yang sudah jalan baik anggaranya dikurangi diberikan kepada yang sangat kekurangan, yang seharusnya yang dikurangi adalah subbag yang anggarannya berlebih dengan staf yang sangat sedikit dikurangi untuk diberikan kpada subbag yang stafnya banyak (bukan subbag yang sudah baik dikurangi) tetapi subbag yang anggarannya berlebih dibiarrkan berlebih sehingga tercipata kedholiman pada sataf lainnya.
Mismatched
expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa: pikiran manusia seringkali hanya
membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya Jika, ternyata informasi
yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut
cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan.
Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak
diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia
beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada
follow-up-nya.
Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat
karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil.
Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan pendapat dari orang tersebut di
waktu-waktu yang berikutnya.
Insufficient
time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara
menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera,
seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan
tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak
lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak
utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.
MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH:
Setelah
memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita
akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi dua arah
tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.
Mendengar:
Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang
sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu kesempatan untuk berbicara
tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena
ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan
dapat terselesaikan justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang
handal, melainkan karena ia bersedia memahami orang lain dengan cara
mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan,
harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar untuk
menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.
Terbuka:
Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan hendaknya
tidak menghukum orang yang menyampaikan pendapat, masalah, atau perasaannya.
Keterbukaan bisa juga dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak
saran, atau media antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan pendapat atau ide
yang bisa dimanfaatkan lembaga/perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau penghargaan.
Demikian juga dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau mengantisipasi
masalah serta mengusulkan alternatif pemecahannya.
Menyamakan persepsi: Komunikasi dua arah sering terhambat karena adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama, berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang yang menyampaikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.
Komunikasi
empat mata: Banyak juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat karena
sungkan berbicara di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan
tersebut memiliki ide yang brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan
komunikasi dua arah terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami
kebutuhan, ekspektasi, masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan
mungkin saja lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan
yang ditemuinya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk
dilakukan dengan lebih sering, tidak hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.
Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya baru saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok untuk Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik. Anda sebagai pimpinan Hati hati dengan laporan yang bernada menghasut, laporan yang bermuka dua dan penjilat pimpinan, seperti ASYN, dikementrian Perencanaan perberdayaan masyarakat, Drs Sumarno. M.Si. M.BA dikementrian sosial selalu menghasut, DR. Bambang Djunaidi. M.Si, P.HD dikementrian Pekerjaan Umum juga selalu menghasut, " Selamat berkomunikasi, dan anda sebagai pimpinan hati hati dengan hasutan komunikasi "!
Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya baru saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok untuk Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik. Anda sebagai pimpinan Hati hati dengan laporan yang bernada menghasut, laporan yang bermuka dua dan penjilat pimpinan, seperti ASYN, dikementrian Perencanaan perberdayaan masyarakat, Drs Sumarno. M.Si. M.BA dikementrian sosial selalu menghasut, DR. Bambang Djunaidi. M.Si, P.HD dikementrian Pekerjaan Umum juga selalu menghasut, " Selamat berkomunikasi, dan anda sebagai pimpinan hati hati dengan hasutan komunikasi "!
Oleh: DR. Rus Budijono. SE. MM., Akuntan., IFRS
Akuntan Register Negara D. 50.867
Jasa
Audit, Revieuw dan Kompilasi laporan Keuangan Telp. 087852832767,
Email: rusbudijono@ymail.com, websate: www.akuntanpublikswd.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar