Kamis, 26 Juli 2012

MENINGKATKAN KINERJA SKPD PEMDA MELALUI KOMPILASI LAPORAN KEUANGAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK.


Oleh: Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
Akuntan Reg. Negara D. 50.867

Bagi yang butuh jasa audit, Review dan Kompilasi Kantor Akuntan Publik: 
Hubungi:
Telp. 087852832767, Email: rusbdijono@ymail.com, rusbudijono@gmail.com, websate: www.akuntanpublikswd.com, googleblog: kabswd.blogspot.com


Apakah yang dimaksud Kompilasi Laporan Keuangan Kantor Akuntan Publik?

Kompilasi Laporan Keuangan Kantor Akuntan Publik adalah : Penyusunan Laporan Keuangan (Pertaggung Jawaban) manajemen non Auditiet oleh Kantor Akuntan Publik berdasarkan standart Akuntansi yang berterima umum.

Apa yang dimaksud Standart Akuntansi  yang berterima Umum?

Standart Akuntansi yang berterima umum adalah : Separankat aturan, asioma, kebijaksanaan standart Akuntansi yang sudah disepakati secara umum  yang  diterbitkan oleh Ikatan Akuntan dan berlaku umum, yang terdiri dari:

1.    Standart Akuntansi Internasional ( Internasional Finacial Reporting Standart/IFRS) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Internasional yang berlaku secara Internasional terhitung 1 Januari 2012  mewajibkan ke semua Entitas Diseluruh dunia menggunakan Standart IFRS. Bagi Negara yang pelaporannya belum menggunakan Standart IFRS dikenakan sanksi tidak diberikan pinjaman bank dunia, sehingga pada saat ini seluruh Negara di Dunia sedang mengkonversi ke Standart IFRS, termasuk Amerika Dari standart GAP menjadi IFRS, Selandia baru, Australia,Canada, Inggris, Perancis, termasuk Indonesia wajib menggunakan Standart IFRS.

2.    Di Indonesia masih menggunakan Standart Prinsip Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) non ETAP. Yang pada  saat ini  sedang dikonversi ke Standart IFRS.
Standart  PSAK non ETAP masih digunakan di Indonesia khususnya pada Perusahaan perusahaan di Indonesia seperti Entitas Bisnis : PT/CV/UD/Koperasi/Perpajakan, Entitas Non bisnis non Pemerintah seperti : Yayasan, dan entitas sejenis.

3.    Standart Akuntansi Pemerintahan PP no. 24 tahun 2005 , PP no 71 Tahun 2010  masih digunakan di Pemerintahan Indonesia yang seharus sudah dirubah ke Standart IFRS. Sedangkan Standart Akuntansi pemerintahan PP no. 71 saja belum dilaksanakan di Indonesia , bagaimana akan menggunakan Standart IFRS?. Standart Pelaporan Akuntansi Pemeritahan di Indonesia   ketinggalan 3 langkah dari Standart Internasional:

1.    Dari standart PP no24 tahun 2005 (dari Standart kas menuju basis accrual) harus dirubah ke standart PP no 71 tahun2010 (basis kas dan akrual)
2.    Dari PP 71 tahun 2010 harus dirubah lagi menjadi Ful akrual basisc.
3.    Dari Ful Acrual nantinya akan dirubah lagi menjadi Standar IFRS.


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Pengelolaan keuangan Negara/daerah selain berpedoman kepada Standart yang saya sebutkan diatas juga berpatokan kepada Undang undang No. 17 tahun 2004 Tentang pengelolaan keuangan Negara yang pelaksnaannya teridiri dari Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan ( pertanggung jawaban) dan Pengawasan.

Khusus Pelaporan Pemerintah dan Pemerintah daerah saat ini masih menggunakan Standart Akuntansi PP no. 24 tahun 2005 sedangkan Standart Akuntansi pemerintahan PP no. 71 tahun 2010 kira kira akan diberlakukan 3-5 tahun mendatang. Kemudian muncul pertanyakan kapan Akuntansi Pemerintahan Indonesia akan menggunakan Standart IFRS?, Sedangkan pada Sektor Akuntan Publik yang menggunakan Akuntansi Keungan Indonesia PSK non Etap selangkah lebih maju Karena sudah dikonversi ke IFRS dan sudah dijalankan dengan beberapa kriteria.

a.    Perusahaan yang Go Publik harus menggunakan Standart IFRS.
b.    Sedngkan untuk perushaan kecil dan perusahaan yang belum Go Publik masih menggunakan  Standart PSAK non Etap yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dan dikembangkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)


Bagaimana Kesulitan  Akuntansi pada Sektor Publik (Akuntansi pada  Pemerintahan)?:

Kesulitan yang terjadi di seluruh SKPD Pemerintah/Pemerintah Daerah/Provinsi/Kab/kota kurang pahamnya terhadap peraturan pengelolaan keuangan karena lemah dibidang  (SDM) , utamanya atas pemahaman Standart Akuntansi Pemerintahan  yang harus ditrapkan, bahkan banyak para SKPD yang belum bisa menyusun Laporan pertanggungan jawab (laporan keuangan) sendiri sesuai standart Akuntansi yang bererima umum di Indonesia. Oleh karenanya Pemerintah/Pemda Prov/kab/kota menurut saya akan lebih tepat jika bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik terutama bagi Pemda Prov/kab/Kota dan SKPD yang belum mampu menyusun laporan keuangannnya. Dengan bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik akan meningkatkan kinerja bagi Pemerintah/Pemerintah Daerah dan SKPD yang ada dibawahnya. Karena Sekalipun Sistem Prosedure dan perencanaan, Pelaksanaan, sudah baik akan tetapi pelaporannya tidak baik (jelek) tidak sesuai standart maka akan menjadi jelek seluruhnya.

Berdasarkan amanat undang undang 1945 General Audit pada sector public (Akuntansi pemerintahan) wajib di audit oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI, akan tetapi karena banyak SKPD pemerintah/Pemda / Prov/kab/kota yang belum mampu menyusun Laporan keuangannya sendiri sesuai standart yang berterima umum ada baiknya jika Kompilasi atau penyusunan laporan keuangannya menggunakan Jasa Kantor Akuntan Publik, sedangkan auditnya tetap oleh BPK RI.

Mengapa Kompilasi (penyusunan)  Laporan keuangan memilih pendekatan pada  Kantor Akuntan Publik ?
 
Kantor Akuntan Publik di Indonesia  lima langkah lebih maju dari Akuntansi sector public (Akuntansi pemerintahan), semua  Kantor Akuntan Publik yang menjadi anggota IAPI dididik dan di Gembleng habis habisan wajib mengikuti berbagai macam  PPL yang diselenggarakan IAPI, bagi Akuntan Publik yang tidak mengikuti PPL tidak diberikan REKOMENDASI MENGAUDIT, bahkan bisa direkomendasikan dicabut ijin prakteknya.
Contoh : Akuntan Publik yang mau mengaudit Perusahaan yang go public harus mempunyai PPL pasar modal yang diterbitkan IAPI, yang mau mengaudit pada sector public (akuntansi pemerintahan) harus mempunyai PPL Akuntansi pemerintahan yang diterbitkan IAPI, mau mengaudit pada bank juga harus mempunyai PPL perbankan, yang diterbitkan IAPI, mau mengaudit Dana Pilkada juga harus mempunyai sertifikasi PPL Pilkada yang diterbitkan IAPI, begitu juga jika mau  mengaudit sector lainnya harus mempunyai PPL PSAK non Etap, termasuk Standart IFRS, dan lain sebagainya.

By : Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
Akuntan Reg. Negara D. 50.867
Supervisor Auditor  Kantor Akuntan Publik Soewardhono & Rekan.

Bagi yang butuh jasa audit, Review dan Kompilasi Kantor Akuntan Publik: 

Hubungi:
Telp. 087852832767, Email: rusbdijono@ymail.com, rusbudijono@gmail.com, websate: www.akuntanpublikswd.com, googleblog: kabswd.blogspot.com

Rabu, 25 Juli 2012

PERANAN AKUNTAN PUBLIK DALAM MENGAUDIT DANA PILKADA


Disajikan Oleh:  Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
                             Akuntan Reg Negara D. 50.867
                             Auditor dana  kampannye Pilkada
                             Supervisor  Auditor pada  Kantor Akuntan Publik Soewarhono & Rekan

BAGI KPU YANG BUTUH JASA AUDIT:
                             Telp. 087852832767, Email: rusbudjono@ymail.com
                              Websate: www.akuntanpublikswd.com
                              Googleblog: kapswd.blogspot.com

AUDIT PILKADA SEBAGAI SALAH SATU ALAT UNTUK 
                                                 MENINGKATKAN KINERJA KPU


Reformasi demokrasi yang telah dijalankan bangsa Indonesia mengantarkan bangsa masyarakat indonesia pada pemilihan Presiden dan Kepala daerah secara langsung. Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 dan PP No.6 tahun 2006 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan keleluasaan bagi masing-masing Kepala Daeran di tingkat Kota/Kabupaten dan Provinsi untuk mengelola daerahnya baik sumber daya alam dan keuangan daerah dalam kerangka Otonomi daerah. UU 32 juga mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung melalui PILKADA. Pemilihan Langsung Gubernur, Bupati dan atau Walikota merupakan ajang Penggalangan Dana sekaligus menjadi lahan empuk Sindikasi Korupsi. Untuk Calon yang notabene adalah Penguasa (incumbent), kecenderungannya akan melakukan penggalangan Dana dengan cara sbb:
1.     Dengan mengatasnamakan kepentingan Partai, maka seluruh Kader Partai yang kebetulan sedang berkuasa akan merapatkan barisan (sindikasi) baik atas inisiatif sendiri maupun secara kolektif, guna membantu pendanaan dalam rangka pemenangan Calon (incumbent), dimana dalam banyak kasus dananya bersumber (dikorupsi) dari APBN dan atau APBD.
2.     Sejak awal berkuasa, Calon (incumbent) telah melakukan praktek-praktek Korupsi guna mengganti dana pinjaman pada waktu pencalonan pertama dan menggalang dana dari Penyedia Jasa (compensative approach) atau berasal dari Investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya dengan cara memanfaatkan kekuasaan yang melekat padanya (abuse of power).
3.     Memanfaatkan (using) sumberdaya (fasilitas dan struktur kedinasan) yang ada untuk kepentingan pemenangan Calon (incumbent).

Sedangkan bagi Calon lainnya, akan melakukan penggalangan Dana dengan cara sebagai berikut:
1.     Menggalang dana dari Sponsor dengan janji-janji (compensative approach), yang mengakibatkan pada saat berkuasa nantinya akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
2.     Menggunakan dana pribadi dengan niatan ketika berkuasa nanti dana tersebut akan diganti yang sumbernya (dikorupsi) tidak lain berasal dari APBN dan atau APBD.

Rata-rata pengeluaran pilkada yang terlaporkan kepada KPUD untuk tingkat Kota/Kabupaten berkisar Rp. 3 milyar rupiah. Pengeluaran tersebut belum termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan calon saat pencalonan yang meliputi beberapa biaya rekomendasi DPC dan DPP serta beberapa biaya transport dan pengurusan dokumen lainnya. Rata-rata total pengeluaran seorang calon kepala daerah sekitar Rp. 6 milyar. Dana sebesar itu tidak dapat dikembalikan dalam masa jabatan Walikota / Bupati, Katakanlah Gaji seorang bupati sebesar rata-rata 7 juta rupiah maka gaji tersebut selama 5 tahun hanya sebesar Rp. 4,2 milyar rupiah. Nilai sebesar itu belum cukup untuk mengembalikan modal saat pencalonan sebagai kepala daerah.
Lalu darimana mereka mendapatkan dana untuk pengembalian modal tersebut ?
Beberapa spekulasi telah berkembang bahwa sumbangan dana kampanye membawa konsekwensi dan komitmen untuk mengembalikannya saat mereka berkuasa, pada saat itulah praktek-praktek korupsi baik langsung-maupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja telah terjadi, praktek-praktek yang mungkin dapat terjadi adalah :

1.     Pemberian fasilitas bagi Parpol/pengurus parpol atas akses beberapa proyek.
2. Memanupulasi tender untuk memenagkan pihak tertentu (pihak swasta yang menyokong      dana pilkada
3.  Cenderung memanfaatkan jabatan untuk mendapatkan pendapatan lain diluar gaji guna mengembalikan hutang-hutangnya saat pencalonan
Untuk meningkatkan akuntabilitas publik, UU 32 tahun 2004 telah mengatur mengenai audit dana kampanye, sumber dana kampanye dan batasan atas sumbangan dana kampanye telah diberikan sebagai berikut :
No.    Sumber                                   Batasan
1       Pasangan Calon                        Sesuai Kemampuan Calon
2       Parpol/Gabungan Parpol            Sesuai Kemampuan Parpol
3       PerseoranganMax. Rp. 50.000.000,-
4        Badan UsahaMax. Rp. 300.000.000,-

Audit dana kampanye dilakukan oleh Auditor Independen yang ditunjuk oleh KPUD, ironisnya tidak semua Kantor Akuntan Publik mempunyai kemampuan untuk melakukan audit dana kampanye, sehingga terkesan dilakukan secara asal-asalan, hal tersebut diperparah dari aturan yang setengah hati. Undang-undang belum memberikan sanksi yang tegas atas temuan-temuan audit dana pilkada, ketidak tegasan sanksi tersebut maka audit dana kampanye seperti Macan Ompong.

Meskipun demikian audit dana kampanye minimal dapat dipakai sebagai bahan informasi kepada masyarakat dan lembaga terkain diantaranya :
1.     Memberikan informasi jumlah dan sumber sumbangan masing-masing calon kepala daerah, sehingga pada saat terpilih masyarakan dapat melakukan kontrol apabila terdapat kolusi yang terkait dengan pengadaan barang dan kebijakan-kebijakan lainnya yang terkait dengan nama-nama penyumbang.
2.    Memberikan informasi kepada KPK tentang jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh pasangan calon untuk dikroscekkan dengan laporan kekayaan pejabat dan hubungannya dengan sisa kekayaan saat menjabat sebagai kepala daerah nantinya.
Untuk Pencegahan Dini Korupsi, maka aturan yang ada mengenai Pemilihan Langsung perlu direvisi yang intinya menambah Clausal bahwa para Calon dibiayai oleh Negara, untuk itu penjaringan Calon dilakukan oleh Team Independen. Atau perlu adanya penyederhanaan prosedur khususnya pada kalausul rekomendasi partai yang pada kenyataannya mempunyai kecenderungan mentarjet calon tertentu saat pencalonan.Kesimpulannya adalah, meskipun seperti macan ompong, Audit dana kampanye masih sangat diperlukan sebagai alat meningkatkan akuntabilitas publik terkait dengan berapa biaya pilkada telah dihabiskan, akan tetapi masih timbul beberapa pertanyaan besar, Mengapa jika  biaya yang dikeluarkan Pasangan sangat besar dan tidak sebanding dengan penghasilannya kelak, Kok JABATAN GUBERNUR, JABATAN WALIKOTA/BUPATI MASIH DIPEREBUTKAN ?
     
Sesuai PeRaturan pernudang udangan yang ada Penyelenggaraan Pilkada menjadi tanggung jawab pemerintah, terutama Badan Komisi pemilihan Umum, Untuk mensukseskan Pilkada KPU harus bekerja keras, aktiv, berkemampuan, tegas dan Pekka terhadap  segala tuntutan masyarakat, terutama terhadap para pasangan pilkada yang kalah yang biasanya neko neko,  banyak tuntutan. Melalui kerja sama Audit dengan Akuntan Publik merupakan suatu Alat bagi KPU untuk meningkatkan kinerja, karena hasil Audit Akuntan Publik atas dana kampannye Pilkada dapat dijadikan sumber Informasi dan pertimbangan pengambil keputusan.

                 By:      Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
                             Akuntan Reg Negara D. 50.867
                                   Auditor dana  kampannye Pilkada
           Supervisor Auditor pada  Kantor Akuntan Publik Soewarhono & Rekan

BAGI KPU YANG BUTUH JASA AUDIT:
                                Telp. 087852832767, Email: rusbudjono@ymail.com
                              Websate: www.akuntanpublikswd.com
                              Googleblog: kapswd.blogspot.com

Senin, 23 Juli 2012

MENINGKATKAN KINERJA: BUMD PEMPROV JATIM, MELALUI AUDIT AKUNTAN PUBLIK.


BAGAIMANA MEMBINA BUMD JATIM?
Oleh : Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan. IFRS
            Akuntan Reg Negara D. 50 867

 BAGI   PEMDAN DAN BUMD  YANG  BUTUH JASA AUDIT:                             
 Telp. 087852832767, Email: rusbudjono@ymail.com

                              Websate: www.akuntanpublikswd.com
                              Googleblog: kapswd.blogspot.com
            
MOTTO:
Layang dapat menjulang tinggi keatas karena manantang angin,
Begitu pula manusia akan tetap berdiri tegak diatas bumi jika ia berani
Mengadakan perjuangan dan perlawanan atas penindasan dan  ketidak  adilan.
Karena itu lakukanlah perjuangan tampa pamrih, pamtang mundur dan menyerah seperti
Kemerdekaan bangsa Indonesia Tercapai karena perjuangan yang maha GIGIH DAN DAHSYAT.

( Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS, Reg Negara D. 50.867)

ABSTRAK:
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesungguhnya memiliki karakteristik yang sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Secara legal, BUMN dan BUMD sama-sama merupakan bagian dari keuangan negara (berdasarkan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara). Namun sayang, meski BUMD memiliki karakteristik yang sama, kinerja BUMD jauh ketinggalan dibanding BUMN, dari sekian banyak BUMD sebagian besar rugi, hanya sebgaian kecil saja yang memperoleh laba sikinifikan.
Salah satu penyebab, karena stakeholders BUMD terlihat kurang responsif dalam mengikuti dinamika yang ada, khususnya dinamika pengelolaan (governance) di BUMN. Padahal, jika dicermati, banyak hal yang berlaku di BUMN dapat menjadi role model atau benchmark bagi pengelolaan BUMD. Yang mana Audit BUMN dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik.

PERMASALAHAN  BUMD:
Dari aspek governance, misalnya, institusi Badan Usaha Milik Daeah (BUMD) masih diperlakukan sama dengan institusi pemerintah. Padahal, BUMD bukanlah institusi pemerintah. Implikasinya, berbagai kewajiban yang melekat pada pemerintah, melekat pula pada BUMD. Sebagai contoh, BUMD masih harus mengikuti ketentuan pengadaan barang yang diberlakukan di pemerintahan, yang semestinya tidak perlu karena BUMD adalah perusahaan.  BUMD juga masih harus menjalani pemeriksaan atas laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena alasan keuangan negara. Padahal, sebagai perseroan terbatas (PT), BUMD juga diperiksa kantor akuntan publik (KAP) yang independen. Dan perlu dicatat, Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK ini, sudah tak berlaku lagi di BUMN.  Tidak adanya equal treatment bagi BUMD (yaitu sebagai perusahaan yang dituntut harus laba), menyebabkan BUMD tidak dapat bersaing secara seimbang dengan BUMN dan swasta yang lebih lincah.

BUMD juga menghadapi masalah minimnya permodalan akibat kurangnya perhatian dari pemilik (dalam hal ini pemerintah daerah/Pemda). Kalaupun ada Pemda yang memiliki perhatian lebih terhadap aspek permodalan BUMN ini, itu pun masih harus menghadapi ganjalan politik, karena interpretasi yang keliru dari para politisi DPRD dalam memahami peraturan. Akibatnya, proses penguatan permodalan BUMD menjadi tidak efisien.
Perlu diketahui, untuk setiap penyertaan modal yang dilakukan Pemda harus dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda). Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam Pasal 75 dinyatakan “Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan”.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan ketentuan dalam PP 58/2005. Sebab, menurut peraturan yang lebih tinggi (undang-undang/UU), kewajiban tersebut juga diatur. Pasal 41 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan “Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah”. Mengacu pada UU ini, memang sudah tepat bila setiap penyertaan modal Pemda ke BUMD harus melalui Perda (yang berarti harus mendapat persetujuan DPRD).
Persoalannya, interpretasi atas ketentuan ini menjadi berlebihan, karena harus dengan Perda tersendiri, sehingga tidak efisien. Padahal, praktek penyertaan modal oleh pemerintah pusat di BUMN, tidak harus melalui mekanisme persetujuan tersendiri oleh DPR (atau tidak melalui UU tersendiri). Praktek di tingkat pusat, setiap
penyertaan modal pemerintah kepada BUMN ditetapkan secara bersama-sama dalam setiap pembahasan mengenai UU APBN, tidak dengan UU tersendiri. Setelah UU APBN disahkan, mekanisme penyertaan modal pemerintah pusat kepada BUMN ditetapkan melalui PP yang tidak membutuhkan persetujuan DPR. (Lihat Jawa Pos Jum’at, 13 Maret 2009).

PEMBAHASAN DAN USULAN :
Untuk mengatasi PERMASALAHAN  yang dihadapi BUMD, menurut pendapat saya  maka perlu ada solusi terobosan diantaranya adalah:
1.       Perlunya equal treatment, BUMD dapat menjadikan aturan main yang berlaku di BUMN sebagai acuan, karena karakteristiknya yang sama, baik secara operasional maupun perundang-undangan, hal ini dapat juga dilakukan oleh BUMD yang berada dilingkungan PemproV jatim. Di dalam UU No. 19/2003 tentang BUMN dinyatakan bahwa pembinaan dan pengelolaan BUMN tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Berdasarkan model yang berlaku di BUMN ini, semestinya hal yang sama juga berlaku di BUMD. Dengan demikian, ketentuan pengadaan barang misalnya, tidak perlu lagi mengacu pada ketentuan pengadaan barang yang berlaku di pemerintah.
2.       Berdasarkan UU No. 15/2004, BPK memang berhak untuk melakukan pemeriksaan terhadap BUMD. Namun, untuk menghindari tumpang tindih (karena sebagai PT, BUMD telah diaudit Kantor Akuntan Publik/ KAP), perlu ada sinkronisasi lingkup pemeriksaannya. Solusinya, BPK tidak perlu memeriksa laporan keuangan BUMD. BPK tinggal meminta laporan keuangan BUMD yang telah diaudit KAP tersebut. Praktek seperti ini juga telah berlaku pada BUMN, dimana BPK RI tidak lagi memeriksa laporan keuangan BUMN yang telah diaudit KAP.
3.       Sebagaimana disebutkan pada poin 2  tidak berarti bahwa BPK tidak bisa lagi memeriksa BUMD. BPK tetap bisa melakukan pemeriksaan, misalnya melalui audit khusus, bila ditemukan indikasi adanya perilaku yang dapat merugikan keuangan negara. Termasuk pula, BPK juga bisa melakukan audit kinerja demi peningkatan kinerja BUMD. Hasil audit ini dapat dipublikasikan BPK, termasuk melalui website BPK (diatur dalam UU No, 15/2004). Namun, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merugikan BUMD, publikasi perlu dilakukan secara hati-hati dan selektif.
4.       Terkait dengan penguatan modal BUMD, terobosan yang dapat dilakukan adalah tidak harus merevisi PP No. 58/2005 untuk menghilangkan klausul keharusan adanya Perda. Yang perlu dilakukan, cukup dengan memberikan interpretasi keharusan adanya suatu Perda secara proporsional. Yaitu, bahwa keharusan Perda dalam setiap penyertaan modal Pemda kepada BUMD cukup dimasukkan sebagai bagian dalam proses pembahasan Perda APBD, (bukan dengan Perda tersendiri).
Untuk memperkuat mekanisme ini, Pemerintah (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri bersama Menteri Keuangan RI) dapat menerbitkan peraturan sebagai penegasan tentang interpretasi yang benar atas Pasal 75 dalam PP No. 58/2005. Bahwa, penempatan modal Pemda di BUMD tidak harus dengan Perda tersendiri, melainkan menyatu dengan Perda APBD. Selanjutnya, Pemda dapat menerbitkan Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati selaku pemegang saham BUMD setelah persetujuan Perda tentang APBD (yang didalamnya terdapat klausul penempatan modal ke BUMD) disahkan.
Sebagai tindak lanjut untuk meningkatkan Kinerja BUMD ada baiknya BUMD terus dilakukan pemeriksaan oleh Kantor Akuntan Publik yang Independen,  khususnya dilingkungan BUMD Pemprov Jatim , Pemilihan dan Penunjukan Akuntan Publik lebih tepat lagi jika dilakukan  oleh Kantor Akuntan Publik yang ditentukan Gubernur ( bukan Kap yang ditunjuk Menejer BUMD), hal tersebut untuk meningkatkan pengawasan BUMD Oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut jauh akan lebih baik lagi jika pengawasan BUMD tersebut dilakukan oleh KAP yang anggota Tiem Audit KAP ada dari kalangan Pemerintahan yang tetek bengek paham mengenai Auditing, sehingga Kap yag ditunjuk bisa  mewakili Pemda.

By: Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
Akuntan Reg Negara D. 50.867
BAGI PEMDA DAN BUMD  BUTUH JASA AUDIT:    Telp. 087852832767, Email: rusbudjono@ymail.com

                              Websate: www.akuntanpublikswd.com
                              Googleblog: kapswd.blogspot.com
Hp. 087852832767
Blog: kapswd.blogspot.com

Sabtu, 21 Juli 2012

BAGAIMANA MEMBANGUN SISTEM PENGENDALIAN INTERN

DILINGKUNGAN BPPKB PROV JATIM

Oleh;  DRS.EC. RUS BUDIJONO.MM., AKUNTAN., IFRS
Akuntan Reg Negara D. 50.867

DISAJIKAN BUKAN UNTUK MENGKRITIK AKAN TETAPI UNTUK PERBAIKAN KEMASA DEPAN.

Apakah yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern?

Sistem pengendalian intern adalah: Suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam Entitas atau perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik Entitas atau perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.

Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan adanya pengendalian intern :

1.     Menjaga kekayaan organisasi/Entitas.
2.     Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
3.     Mendorong efisiensi.
4.     Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Dilihat dari tujuan tersebut maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls) dan Pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls). 

Pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan enititas atau perusahaan dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi  dan tanggung jawab antar unit organisasi.

Pengendalian Administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen.(dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi) Contoh : pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.

Elemen Pengendalian Internal
1.Lingkungan Pengendalian
2.Sistem Akuntansi
3.Prosedur Pengendalian


Lingkungan Pengendalian
          Lingkungan Pengendalian dari suatu organisasi menekankan pada berbagai macam faktor yang secara bersamaan mempengaruhi kebijakan dan prosedur pengendalian.

Filosofi dan Gaya Operasional Manajemen
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi Entittas/perusahaan dan karyawannya.
(menggambarkan apa yang seharusnya dikerjakan  dan yang tidak dikerjakan)
Gaya Operasional mencerminkan ide manajer tentang bagaimana kegiatan operasi suatu Entitas/perusahaan harus dikerjakan
(Filosofi perusahaan dikomunikasikan melalui gaya operasi manajemen)

Struktur Organisasi
Salah satu elemen kunci dalam lingkungan pengendalian adalah struktur organisasi. Struktur Organisasi menunjukkan pola wewenang dan tanggung jawab yang ada dalam suatu Entitas atau perusahaan. (Desentralisasi maupun sentralisasi)

Dewan Komisaris Dan Audit Komite
Dewan komisaris merupakan penghubung antara pemegang saham dengan pihak manajemen perusahaan. Pemegang saham mempercayakan pengendalian atas manajemen melalui dewan komisaris. (jadi semuanya tergantung dari dewan komisaris)

Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pengendalian operasional perusahaan Sedangkan Pada Entitas pemerintah seperti  SKPD Pemerintah daerah Pengawasan dilakukan oleh  dua Entitas,  DPRD dan oleh   Inspektorat Prov Jatim yang dibentuk oleh Gubernur, dan di kabupaten Kota diakukan oleh Inspektorad kabupaten/ Kota juga oleh dprd kab/kota.

Metode Pendelegasian Wewenang Dan Tanggung Jawab
Metode pendelegasian wewenang dan tanggung jawab mempunyai pengaruh yang penting dalam lingkungan pengendalian. Biasanya metode ini tercermin dalam suatu bagan organisasi.

Metode Pengendalian Manajemen
Lingkungan pengendalian juga dipengaruhi oleh metode pengendalian manajemen. Metode ini meliputi pengawasan yang efektif (melalui peranggaran), laporan pertanggung jawaban dan audit internal.

Kebijakkan dan praktik kepegawaian
Kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan perekrutan, pelatihan, evaluasi, penggajian dan promosi pegawai, mempunyai pengaruh yang penting dalam mencapai tujuan entitas atau  perusahaan sebagaimana juga dilakukan dalam meminimumkan resiko.

Pengaruh Ekstern
Organisasi harus mematuhi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun pihak yang mempunyai juridiksi atas organisasi. Hal tersebut sangat berpengaruh pada pengendalian intern entitas atau  perusahaan.

Sistem Akuntansi 
Sistem akuntansi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan saja, tetapi juga menghasilkan pengendalian manajemen. 

Prosedur Pengendalian
          Prosedur pengendalian merupakan kebijakan dan aturan mengenai kelakuan karyawan yang dibuat untuk menjamin bahwa tujuan pengendalian manajemen dapat tercapai.
Secara umum prosedur pengendalian yang baik terdiri dari :
1.       Penggunaan wewenang secara tepat untuk melakukan suatu kegiatan atau transaksi.
2.       Pembagian tugas.
3.       Pembuatan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai.
4.       Keamanan yang memadai terhadap aset dan catatan.
5.       Pengecekan independen terhadap kinerja.

Penggunaan Wewenang Secara Tepat
Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Dengan adanya pembagian wewenang ini akan mempermudah jika akan dilakukan audit trail, karena otorisasi membatasi aktivitas transaksi hanya pada orang-orang yang terpilih. Otorisasi mencegah terjadinya penyelewengan transaksi kepada orang lain.

Pembagian Tugas
Pembagian tugas memisahkan fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi (pencatatan). Dan suatu fungsi tidak boleh melaksanakan semua tahap suatu transaksi.
Dengan pemisahakn fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi pencatatan, catatan akuntansi yang disiapkan dapat mencerminkan transaksi yang sesungguhnya terjadi pada fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Jika semua fungsi disatukan, akan membuka kemungkinan terjadinya pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi, sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan tidak dapat dipercaya kebenarannya, dan sebagai akibatnya kekayaan organisasi tidak terjamin keamanannya. 

Dokumen dan Catatan yang Memadai.
Prosedur harus mencakup perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu meyakinkan adanya pencatatan transaksi dan kejadian secara memadai. Selanjutnya dokumen dan catatan yang memadai akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan dan biaya suatu organisasi.(biasanya dilakukan berdampingan dengan penggunaan wewenang secara tepat)

Keamanan yang memadai Terhadap aset dan catatan.
Keamanan yang memadai meliputi pembatasan akses ke tempat penyimpanan aset dan catatan perusahaan untuk menghindari terjadinya pencurian aset dan data/informasi perusahaan.

Pengecekan independen terhadap kinerja
Semua catatan mengenai aktiva yang ada harus dibandingkan (dicek) secara periodik dengan aktiva yang ada secara fisik. Pengecekkan inni harus dilakukan oleh suatu unit organisasi yang independen (selain unit fungsi penyimpanan, unit fungsi operasi dan unit fungsi pencatatan) untuk menjaga objektivitas pemeriksaan.


Pengendalian Internal pada Lingkungan Pemrosesan Data Elektronik
          Sistem pengendalian intern dalam entitas atau perusahaan yang menggunakan manual system dalam akuntansinya lebih menitikberatkan pada orang yang melaksanakan sistem tersebut (People Oriented).
          Jika komputer yang digunakan sebagai alat bantu pengolahan data, akan terjadi pergeseran dari sistem yang berorientasi pada orang ke sistem yang berorientasi pada komputer (Computer Oriented).
          Pengendalian Intern Akuntansi dalam lingkungan Pemrosesan Data Elektronik dibagi menjadi Pengendalian Umum dan Pengendalian Aplikasi.

Pengendalian Umum
Pengendalian umum merupakan standart dan panduan yang digunakan oleh karyawan untuk melakukan fungsinya. Unsur pengendalian umum ini meliputi : Organisasi, prosedur dan standar untuk perubahan program, pengembangan sistem dan pengoperasian fasilitas pengolahan data.

Organisasi
Dalam manual sistem, pengendalian dilaksanakan dengan memisahkan fungsi fungsi pokok (operasi, penyimpanan dan akuntansi). Suatu transaksi akan dilaksanakan oleh fungsi operasi jika ada otorisasi dari yang berwenang, hasil transaksi akan disimpan oleh fungsi penyimpanan, dan transaksi yang terjadi akan dicatat oleh fungsi akuntansi.
          Dalam sistem komputer, fungsi pokok tersebut seringkali digabung dalam wujud program komputer, sehingga penggabungan ketiga fungsi tersebut memerlukan metode pengendalian yang khusus.
          Contoh, dalam sistem manual persediaan barang, pemisahan dilakukan dalam fungsi operasi (pembelian) dan fungsi penyimpanan (gudang) dengan fungsi akuntansi (pencatatan persediaan) sehingga pada akhir periode dapat dilakukan pengecekkan silang antar fungsi untuk mengetahui jumlah sisa persediaan. Dalam sistem komputer, program komputer dirancang untuk membuat keputusan kapan persediaan harus dipesan, dan sekaligus dapat menerbitkan dokumen Pesanan Pembelian.Jika barang sudah diterima, maka komputer melakukan pencatatan terhadap barang yang diterima dan membuat dokumen laporan penerimaan barang.
          Untuk menciptakan sistem pengendalian intern dalam lingkungan PDE, maka perlu diadakan pemisahan fungsi-fungsi berikut :
a.      Fungsi perancangan sistem dan penyusunan program.
b.     Fungsi operasi fasilitas pengolahan data.
c.      Fungsi penyimpanan program dan kepustakaan.

Pemisahan tesebut dilakukan dengan tujuan :
a.        Pemisahan ini akan menciptakan cross check terhadap ketelitian dan kewajaran terhadap perubahan yang dimasukkan kedalam sistem.
b.        Untuk mencegah seseorang yang tidak berhak untuk mengakses komputer.
c.         Untuk mendorong efisiensi karena adanya spesialisasi.

Pengendalian terhadap sistem dan program
Pengendalian umum yang bersangkutan terhadap sistem dan program meliputi :
a.      Prosedur penelaahan dan pengesahan sistem baru.
b.     Prosedur pengujian program.
c.      Prosedur pengubahan program.
d.     Dokumentasi.

Pengendalian terhadap fasilitas pengolahan data
Fasilitas pengolahan data meliputi empat bidang utama :
a.      Operasi konversi data.
b.     Operasi Komputer.
c.      Perpustakaan.
d.     Fungsi Pengendalian.     

Kegiatan konversi data terdiri dari pengubahan data dari dokumen sumber kedalam bentuk yang dapat dibaca komputer baik dengan metode batch maupun online processing.
Pengendalian terhadap operasi komputer meliputi :
Akses ruangan komputer yang terbatas, pembuatan instruksi yang jelas mengenai perubahan data dokumen sumber jadi machine-readable form, password yang digunakan untuk mengatur penggunaan komputer.
Pengendalian terhadap arsip data dan program yang disimpan harus dilakukan oleh karyawan perpustakaan dalam tempat yang terlindung dengan baik, meliputi : prosedur dalam penyimpanan, penjagaan keamanan fisik terhadap arsip komputer, prosedur pembuatan backup, pengendalian terhadap penggunaan arsip yang disimpan dalam perpustakaan.

 
BAGAIMANA MEMPERBAIKI SISTEM PENGENDALIAN INTRN 
DILINGKUNGAN  BPPKB PROVINSI JAWA TIMUR?
 
        Menurut Pendapat saya system pengendalian Intern dilingkungan BPPKB Prov jatim sudah baik akan tetapi  belum berjalan maksimal (sempurna), kesemuanya tersebut berpulang kepada Pimpinan SKPD dan Sekretaris sebagai pemegang kendali manajemen, apakah dalam menjalankan kibijakan manajemen berkomitmen terhadap aturan dan sistem dan procedure yang ada. Secara struktur organisasi dan pedegelasian wewenang dan pembagian tugas sudah jelas, aturan perundang undangan terutama Sisdure akuntansi pengelolaan  keuangan  sudah jelas, tinggal menjalankannya saja apakah akan dijalankan sesuai peraturan dan perundang undangan, system dan procedure yang ada, atau diambil kebijakan yang menyimpang dari aturan perundang undangan dan sisdure yang ada.

Suatu Contoh: 
Setiap penerimaan surat dan pengeluaran surat melewati kasubag tata Usaha hal ini untuk menjamin pengendalian tata persuratan, tetapi bagaimana dengan perngandalian pengelolaan keuangan pada setiap penerimaan dan pengeluaran uang di BPPKB prov jatim apakah sudah melibatkan kasubag keuangan sebagai kasubag yang  secara struktur organisasi diberikan kewenangan oleh Gubernur untuk menjalankan pengendalian pengelolaan keuangan dibawah sekretaris dan kepala Entitas. 

Saya kira hal yang semacam ini aturannya sudah jelas karena itu perlu pembenahan, seperti pada tata persuurutan yang setiap penerimaan dan pengeluaran surat harus diparaf kasubag tata usaha, begitu pula dalam hal setiap penerimaan dan pengeluaran uang BPPKB prov jatim seharusnya juga diketahui dan diparaf kasubag keuangan, karena bagaimanapun juga bendahara itu adalah  salah satu fungsi dari kasubag keuangan, yang  berstatus sama dengan fungsi akuntansi, fungsi pembelanjaan dan fungsi evaluasi spj yang juga sama sama dibawah kasubag keuangan.  Jika dijalankan secara langsung langsung aja antara Kepala BPPKB dan bendahara berarti kebijakan ini tidak dijalankan sesuai sidure yang ada, yang berarti penegndalian keuangan di BPPKB prov jatim tidak dapat dikendalikan oleh kasubag keuangan yang secara Struktur organisasi  ditetapkan Gubernur, begitu pula terhadap bendahara lepas control dan kendali kasubag keuangan.

Begitu pula pada setiap pengajuan permintaan uang oleh bidang bidang harusnya diajukan ke Kepla BPPKB prov jatim, selanjutnya  didelegasikan kepada kasubag keuangan Secara struktur organisasi selaku pemegang kemdali keuangan, apakah permohonan itu disetujui, dikurangi atau di tolak, (bukan langsung langsung kepada Bendahara).

Begitu pula dengan penyampaian spj, berdasarkan aturan perundang undangan spj dismpaikan ke Kepala Entitas, dan dideligasikan kepada kasubag keuangan, selanjutnya dievaluasi oleh tiem verifikasi bersma sama bendahara.

Bagaimana juga dengan penanganan dan pengelolaan asset, tentu saja harus dikelola secara baik sesuai aturan perundang undangan yang diatur dengan kepres 80 tentang pengadaan barang, selanjutnya semua asset baik asset barang bergerak dan tidak bergerak barang yang sudah dibeli pengelolaannya baik fisik dan adminsitrasinya harus dilakukan oleh fungsi perlengkapan yang berada di bawah kasubag tata usaha, yang kedepan untuk mempermudah pembuatan neraca (karen isi neraca terdiri dari asset, kewajiban dan equitas) MAKA  bisa saja pengelolaan asset tersebut kedepan dirubah menjadi  dibawah kendali kasubag keuangan.

Suatu hal yang harus dibenahi kedepan adalah harus dibuat :

  1. Flowchart arus dan procedure  Penerimaan kas
  2. Flowchart arus dan procedure  Pengeluaran kas
  3. Flowchart arus dan prosedre SPJ
  4. Flowchart arus dan procedure  Pengadaan,  Penerimaan dan pengeluaran barang.
  5. Flowchar arus dan procedure perbaikan kendaraan dan Inventaris
  6. Flowchart arus dan procedure penhapusan barang
  7. Flowchart arus dan perosedure kepegawaian
  8. Flowchart arus dan procedure lainnya.

Sehingga fungsi fungsi flowchar arus dan procedure yang dibuat itu harus  dijalankan dengan baik untuk kepentingan dan kemajuan SKPD.

By: Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
                         Akuntan Reg Negara D. 50.867

Rabu, 18 Juli 2012

BAGAIMANA PERANAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK TERHADAP PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH

Oleh: Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS,   Akuntan Registe Negara D. 50.867

MOTTO:
Layang layang dapat menjulang tinggi keatas karena menantang angin, begitu pula
manusia akan tetap berdiri tegak  diatas bumi jika ia berani mengadakan perjuangan dan perlawanan 
atas penindasan dan ketidak adilan. 
karena itu lakukan perjuangan tampa pamrih, pantang mundur dan menyerah
untuk kemajuan bangsa.
Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS, Akuntan Reg Neg D. 50.867


ABSTRAK: 
Dalam Era Reformasi yang sudah digulirkan, dan memasuki Era Globalisasi  membawa dampak terhadap tuntutan adanya akuntabilitas publik(Public Accountability)dan keterbukaan(transparency) dalam proses pembangunan manajemen pemerintahan di Indonesia.  Akuntanbilitas  dan kerbukaan di Negara maju telah berlangsung sejak lama, Akuntabilitas publik dan keterbukaan di Indonesia  sedang bergulir dan berlangsung merupakan dua sisi koin yang tidak terpisahkan sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik(good governance).Implikasinya, kini keduanya menjadi bahasan yang marak dan interchangable, penerapannya pada pola perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang participative sebagai suatu konsekuensi logis.Tuntutan keterbukaan dalam proses manajemen keuangan daerah di era kebijakan otonomi, membutuhkan pola akuntabilitas publik melalui pembangunan sistem akuntansi pemerintahan. memberikan peluang terhadap peningkatan penyediaan informasi yang handal dan akurat serta berorientasi pada peningkatan tolok ukur kinerja dalam memberikan pelayanan publik yang maksimal, dan merupakan proses pertanggung jawaban (stewardship and accountability process), manajerial dan unsur pengendalian manajemen di pemerintah daerah. Ada tiga  hal penting Audit yang harus dilakukan pemerintah  dan pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi dibidang evaluasi dan pemeriksaan agar terukur  yaitu: mengembang General Audit dan Audit kepatuhan, serta Audit keinerja. General Audit suatu pengembngan evaluasi historis yang menggunakan Akuntan Eksternal, dan Audit kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan dan Audit kinerja untuk mengukur efisiensi, efektifitas, benefit, dan dampak dari sektor pembangunan yang dilakukakan, Sebagaimana kita ketahui sekalipun suatu entitas telah mendapat opini Akuntan BPK RI dengan Wajar Tampa Pengecualian (WTP)belum tentu kinerja entitas pemerintahan yang telah mendapatkan opini WTP tersebut  telah bekerja baik, efisiensi, efektifitas,benefit, dan ber outcame baik. Oleh karena itu tetap dibutuhkan audit kinerja bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah.
          By Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS,   Akuntan Registe Negara D. 50.867

PENDAHULUAN: 
Tuntutan keterbukaan dalam proses manajemen keuangan daerah di era kebijakan otonomi, membutuhkan pola akuntabilitas publik melalui pembangunan sistem akuntansi pemerintahan. memberikan peluang terhadap peningkatan penyediaan informasi yang handal dan akurat serta berorientasi pada peningkatan tolok ukur kinerja dalam memberikan pelayanan publik yang maksimal, dan merupakan proses pertanggung jawaban (stewardship and accountability process), manajerial dan unsur pengendalian manajemen di pemerintah daerah.
Undang-undang (UU) No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan payung hukum Pemerintah daerah yang antara lain adalah mengenai pola-pola aplikasi pertanggung jawaban keuangan daerah, dan tentunya sangat terkait dengan reformasi regulasi keuangan negara, yang terdiri dari UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Reformasi regulasi keuangan negara menjelaskan bahawa keuangan daerah termasuk keuangan negara, yaitu : ”Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut” yang antara lain, hak daerah memungut pajak dan restribusi, mengelola penerimaan dan mengeluarkan belanja daeRAH.
Pemerintah daerah yang secara Undang undang telah dikembangkan akan lebih mampu mandiri, sehingga sebagian dari kewenangan pemerintah pusat telah didelagasikan kepada daerah, dan sebagian  lainnya tidak bisa didelegasikan.  Diantaranya sebgaian yang sudah didelagasikan dibidang keuangan  adalah telah diatur antara pajak daerah dan pajak pusat, disamping juga dana perimbangan, Pengelolaan keuangan daerah diserahkan kepada daerah dengan rambu rambu aturan dari pemerintah Pusat.Selain bidang keuangan banyak juga bidang lainnya utamanya bidang pemerintahan yang didelagasikan kepada daerah, yang lebih dikenal dengan pemerintahan daerah, menyangkut keseluruhan aspek pembangunan, dan kegiatan sedangkaan yang tidak  didelegasikan ke daerah  adalah: dibindang Hamkan dan keamanan, Kepolisian, Hukum, Agama, dan pendidikan Tinggi (universitas)  dan lai lain yang masih dikendalikan pemerintah pusat.

    PERMASALAHAN:
setelah Revormasi digulirkan ada tuntutan dari masyarakat agar pemerintah dalam menjalankan pemerintahan harus melaksanakan tuntutan  Akuntabilitas dan tuntutan keterbukaan (transparansi) dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban keuangan daerah, dengan demikian untuk memenuhi tuntutan tersebut, Maka pertanyaannya:
1.  Pelaksanaan dan kebijaksanaan Akuntansi Pemerintahan yang bagaimanakah yang harus dilaksanakan 
2. Penyajian ,  Tatanan  dan bentuk PeLaporan yang bagaimana yangdibutuhkan? 
3. Pengawasan dan pemeriksaan yang bagaimana yang dibutuhkan   sistem akuntansi pemerintahan daerah;


PEMBAHASAN



Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas (accountability) secara harfiah dapat diartikan sebagai ”pertanggung jawaban”. Namun penerjemahan secara sederhana ini dapat mengaburkan arti kata accountability itu sendiri bila dikaitkan dengan pengertian akuntansi dan manajemen. Governmental Accounting Standard Board (GASB) di Amerika Serikat mendefinisikan istilah accountability sebagai “the requirement for government to answer to the citizenry – to justify the raising of public resources and the purposes for which they used”.
Akuntabilitas publik mengandung makna bahwa hasil dari suatu entitas kedalam bentuk fungsinya, program dan kegiatan, maupun kebijakan suatu lembaga publik harus dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan kepada masyarakat (public disclosure), dan masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi dimaksud tanpa hambatan. Konsep akuntabilitas tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Stewart tentang jenjang atau tangga akuntabilitas (Stewart’s ladder of Accountability) yang terdiri dari   5 (lima) jenis tangga akuntabilitas yakni :
1.   Accountability for probity and legality;
2.   Process Accountability;
3.   Performance Accountability;
4.   Programme Accountability;
5.   Policy Accountability.
Akuntabilitas publik juga melekat pada fungsi pengendalian dan pengawasan, maka informasi yang disajikan terutama aspek pelaporan keuangan kepada publik harus auditable atau dapat diaudit oleh baik aparat internal dan eksternal pengawasan fungsional Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) maupun auditor lainnya yang terkait. Selain itu, akuntansi pemerintahan sebagai penyedia informasi tidak hanya menyediakan informasi yang bersifat keuangan tetapi juga menyediakan informasi tentang penggunaan resources oleh setiap entitas publik yang terkait dengan tujuan Nngara kesejahteraan (welfarestate), yang merupakan landasan filosofi akuntansi pemerintahan (non profit organization) yang akuntabel dan transparan.
Akuntansi Keuangan Daerah
Berdasarkan pembagian kewenangan antara lain pemerintah pusat dan daerah khususnya yang terkait dengan pemerintah umum dan pengelolaan keuangan daerah, kita mengenal nilai yang terkandung dalam penyelenggaraan pemerintah yaitu nilai unitaris dan nilai desentralis. Selanjutnya, S. Prodjoharjono: 2005:44 menjelaskan yang dimaksud dengan ”Nilai dasar unitaris diwujudnkan dalam pandangan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain didalam wilayahnya melainkan membentuk pemerintahan daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam memberikan layanan kepada publik yang tidak mungkin diberikan langsung oleh Pemerintah Pusat. Nilai dasar desentralisasi diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi daerah, yaitu berupa pendesentralisasian urusan dan kewenangan Negara kepada Daerah, termasuk pemberian pendanaan yang cukup kepada Daerah”. Sehingga tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik dapat diikuti dengan ketersediaan sumber-sumber dana yang syah dan sesuai dengan perundang-undangan atau dikenal dengan istilah ”Money follow function principles”.
Selanjutnya pokok bahasan mengenai sistem akuntansi keuangan daerah berdasarkan PP           No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai substansi usaha-usaha untuk meningkatkan akuntabilitas daerah dan transparansi melalui pembangunan sistem akuntansi keuangan daerah. Selain itu, PP tersebut juga merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari paket reformasi regulasi keuangan negara khusunya mengenai penerapannya di pemerintahan daerah yang mencakup tentang perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan keuangan daerah, dan pertanggung jawaban keuangan daerah. Oleh karena itu khusus mengenai akuntansi di pemerintahan daerah merupakan bagian dari pengertian akuntansi pemerintahan, yaitu : sub cabang ilmu pengetahuan akuntansi. Sebagai catatan, sering diungkapkan secara interchangeable mengenai pengertian akuntansi pemerintah dengan akuntansi sektor publik.
Hal-hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses perencanaan dan anggaran pada pengelolaan keuangan daerah adalah : Pertama, adanya bentuk partisipasi publik, yaitu melalui langkah penjaringan aspirasi masyarakat yang bertujuan sinkronisasi antara kepentingan publik dengan kemampuan sumber daya daerah. Kedua, merupakan bentuk proses kebijakan publik (bottom-up planning) dalam era demokratisasi anggaran : equity dan equality (keadilan dan kesepadanan) dimana penggalian aspirasi demi kepentingan masyarakat (basic and social needs) dilaksanakan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang dari tingkat kelurahan atau desa sampai dengan Daerah Tingkat I (Dati I) dan/atau Daerah Tingkat II (Dati II), Ketiga, kehati-hatian pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD sangatlah diperlukan dalam menentukan prioritas daerah. Karena hal ini akan terkait dengan kondisi perekonomian, penyusunan kinerja sebagai bahan pertimbangan dan keseimbangan antara pendapatan dan belanja (adanya plafon anggaran),Keempat, sinkronisasi antara Pemda dan DPRD atas penetapan APBD menjadi sebuah peraturan daerah (Perda) yang mengikat dengan segala bentuk atas segala bentuk atas perubahan APBD yang disepakati, dengan kata lain merupakan formulasi keterkaitan kebijakan (policy) dan anggaran (budget), Kelima, penyusunan APBD melalui proses yang terjadwal dan merupakan kompilasi dokumen anggaran dan yang merupakan sub SIKD antara lain adalah dokumen rencana anggaran satuan kerja (RASK) sampai menjadi daftar anggaran satuan kerja (DASK) pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Laporan keuangan daerah (LKD) merupakan pertanggung jawaban daerah yang bermuara dari kompilasi dokumen perencanaan anggaran sampai dengan pembendaharaan dan pencatatan akuntansi di setiap SKPD maupun Satuan Pengelola Keuangan Daerah (SPKD). Akuntabilitas publik dalam LKD pengaturannya dalam PSAP No. 1 merupakan peranan dan tujuan pelaporan keuangan antara lain : Pertama, untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan suatu entitas pemerintah selama satu periode pelaporan, Kedua,untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi aktifitas dan efisiensi suatu entitas, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan, Ketiga, untuk kepentingan akuntabilitas, manajerial, transparansi, dan keseimbangan antar generasi.
Adapun asumsi dasar LKD adalah kemandirian, kesinambungan entitas dan keterukuran dalam satu uang dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan yang relevan, andal dan netralis. Sedangkan prinsip dasar yang harus dipertimbangkan dalam LKD adalah berbasis akuntansi yaitu : nilai perolehan (historical cost), realisasi (realization), substansi mengungguli formalitas (substance over form), periodesasi dan konsistensi (periodicity and concistency), pengungkapan lengkap (full disclosure), dan penyajian wajar (fair presentation) laporan dimaksud terdiri dari :
1.     Laporan Realisasi Anggaran
2.     Neraca
3.     Laporan Arus Kas, dan
4.     Catatan atas Laporan Keuangan
1.     a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Akuntabilitas publik LRA dapat dilihat dari pentingnya fungsi anggaran seperti yang dijelaskan diatas, antara lain : organization’s expectations, aspirations, and strategies, a form of power, and a signal or network of communications. Berdasarkan SAP, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 2 tentang LRA, anggaran yang diharapkan menjadi alat kendali internal (internal accountability) yaitu untuk pengambilan keputusan manajemen dan menjadi external accountability bagi pengguna eksternal yang antara lain adalah masyarakat, investor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Press, dan BPK. Laporan ini sekurang-kurangnya terdiri dari pos pendapatan, belanja, transfer, surplus dan defisit, penerimaan pembiayaan, pengeluaran pembiayaan, pembiayaan neto, dan selisih lebih atau kurang realisasi penerimaan atau pengeluaran anggararan (Silpa atau Sikpa) selama satu tahun anggaran.
Adapun manfaat LRA sesuai dalam paragraph 6 (enam) diantara lain; menyediakan informasi mengenai realiasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan (SKPD) yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dan menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. LRA berbasis kas dengan format yang baku dan terstruktur, dilaporkan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
1.     b. Neraca (balance sheet) Daerah
Neraca menunjukan laporan tentang harta atau kekayaan daerah, atau keadaan posisi keuangan pada saat tertentu, serta aktiva dan nilai kekayaan daerah selama periode rencana strategi (renstra). Berdasarkan format dan struktur neraca sesuai lampiran XXXIX Kepmendagri             No. 29 Tahun 2002 terdiri dari struktur Aktiva yaitu: Aktiva lancar; investasi jangka panjang dalam bentuk saham dan obligasi; aktiva tetap; dana cadangan; dan aktiva lain-lainnya. Struktur utang yaitu: utang jangka panjang; dan ekuitas dana, masing-masing ditandai oleh kode rekening. Penyusunan neraca selalu terkait dengan sistem akuntansi, dhi. Akuntansi keuangan daerah, tentunya mengacu dengan SAP dengan memberi keleluasaan daerah dalam menyusun sistem dimaksud, dengan ketetapan kepala daerah mengenai kebijakan akuntansi yang digunakan, lihat asal 96-97, PP 58 Tahun 2005.
Hal-hal yang terkait dengan akuntabitas publik bahwa neraca merupakan beginning and end process dari pelaksanaan sistem akuntansi dimana tujuannya adalah transparansi anggaran dalam suatu rangkaian prosedur mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan atas operasi keuangan pemerintah daerah, lihat gambar 2. Ada dua domain yang penting dalam proses akuntansi ini. Pertama, adalah domain SKPD yaitu kewajiban entitas mempertanggung jawabkan setiap dana publik yang dikelolanya, yaitu pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) adalah pejabat tertinggi di SKPD. Kedua, domain pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah (BUD). Pada tingkatan ini, BUD mengkompilasi laporan SKPD yang dilaksanakan oleh masing-masing satuan kerja.
1.     c. Laporan Arus Kas (LAK) atau cash Flow Statement
LAK adalah laporan yang memuat saldo kas awal ditambah dengan arus kas bersih dari aktifitas operasi, arus kas bersih dari aktifitas investasi, dan arus kas bersih dari aktifitas pendanaan/pembiayaan selama kurun waktu satu tahun. Akuntabilitas publik yang diharapkan dalam melihat LAK adalah setiap stakeholders pemerintahan daerah akan memahami setiap pergerakan arus kas, yaitu bermanfaat sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya, lihat dalam paragraph 5, (lima) PSAP No. 03, ada 3 (tiga) aktifitas yang mempengaruhi LAK sebagai bahan informasi kebutuhan internal maupun eksternal yaitu; Pertama, arus kas bersih aktifitas operasi pendapatan dan operasional, misalnya pajak  daerah, restribusi daerah, bagi hasil dari PBB,BPHTB, pendapatan dari pemerintah pusat, belanja rutin yang terdiri dari pegawai, barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pensiun, belanja lain-lain dan belanja pembangunan. Kedua, arus kas bersih aktifitas investasi adalah transaksi yang berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi dan non kas lainnya yang digunakan oleh pemda, misalnya penjualan aktiva, surat berharga (saham dan obligasi), penagihan pinjaman jangka panjang, pembayaran untuk mendapatkan aktiva, pembelian investasi jangka panjang, pembelian sekuritas pemberian pinjaman kepada pihak lain. Ketiga,kelompok ini menyangkut bagaimana kegiatan kas untuk membiayai daerah termasuk operasinya. Arus kas merupakan kegiatan mendapatkan dana untuk kepentingan daerah. Arus kas keluar adalah pembayaran kembali kepada pemilik dan penerimaan pinjaman, pembayaran utang pokok dana yang dipinjam, dan pembayaran pinjaman. Dalam PSAP No. 3, terangkum penjelasannya dalam paragraph 18 s/d 31.
1.     d. Catatan atas Laporan Keuangan (CLK)
CLK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan Pemda, dengan tujuan mencegah salah persepsi dari setiap pembaca laporan secara luas. Lihat PSAP No. 4. Oleh karena itu CLK harus disajikan secara sistematis yang terdiri dari setiap pos dalam LRS, Neraca dan LAK harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam CLK. Lihat paragraph 11 dan 13, yaitu : Pertama, memuat tentang informasi kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBD berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target. Kedua,informasi tentang ikhtisar pencapaian kinerja selama satu tahun pelaporan. Catatan, pelaporan kinerja diatur secara khusus melalui PP No. 8 tahun 2006. Ketiga, pernyataan tentang ketaatan terhadap SAP. Keempat, pernyataan tentang dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan.Kelima, informasi yang menjelaskan pos-pos laporan keuangan sesuai dengan urutan sebagaimana pos-pos tersebut disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Keenam, informasi lainnya termasuk laporan non keuangan.
KESIMPULAN
1.  Akuntabilitas publik merupakan tuntutan masyarakat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih. Akuntanbilitas publik yang tidak dapat dipisahkan dengan transparansi yang merupakan prinsip-prinsip dasar tata pemerintahan yang baik.
2.  Akuntabilitas keuangan daerah sebagai sub sistim ilmu akuntansi pemerintahan banyak melibatkan stakeholders, sehingga partisipasi publik dilibatkan dalam rangka demokratisasi anggaran (partisipasi publik), yaitu : anggaran yang berbasis kinerja dan untuk kesejahteraan masyarakat.

SARAN-SARAN
1.     Perlu disusun regulasi baru (Pedoman dan atau petunjuk teknis) sebagai turunan untuk menjabarkan lebih lanjut tentang perencanaan, penatausahaan, dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang sesuai khususnya dengan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintaha  (PP No. 24 Tahun 2005) dan sistem informasi keuangan daerah (PP No. 56 tahun 2005)
2.  Pemerintah daerah perlu meningkatkan pendidikan akuntansi bagi para aparatnya, dalam rangka peningkatan proses akuntabilitas publik yang merupakan suatu keharusan dan diharapkan membawa dampak terhadap transparansi publik, sehingga pengelolaan tata pemerintahan yang baik dapat dicapai.

 (BY: DRS. EC. RUS BUDIJONO MM., AKUNTAN., IFRS, Akutan Register Negara D. 50.867) 
                                                      klik:  www.akuntanpublikswd.com
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar Arif, Muchlis, dan Iskandar, Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat, Jakarta 2002;
Bahrullah Akbr, Manajemen Keuangan Daerah, Jurnal Pemeriksa, No. 87, BPK/RI, Oktober 2002;
——- dan Siti Nurbaya, Akuntabilitas Daerah : Tinjauan Pemikiran Pelaksanaannya dalam rangka Otonomi Daerah, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 01, No. 01, September 2000;
Baker, Richard E, Valdean C. Lambke, and Thomas E. King, Advanced Financial Accounting, McGraw Hill International, New York, 1989;
Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury, Public Sector Accounting, 4th Edition, Pitman Publishing, London, 1996;
Sugijanto, Robert Gunadi H dan Sonny Loho, Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi Nir-laba, PPA FE UNIBRAW, Malang, 1995;
Soepomo Prodjoharjono, Konsep Dasar Keuangan Daerah, Media Praja, DDN/Ditjen BAKD, Edisi 02/Tahun I, 16-28 Februari 2006;
Triyuwono, Iwan, Akuntabilitas Publik dalam Konteks Demokratisasi Ekonomi-Politik Indonesia, makalah disampaikan pada seminar Nasional “Ekonomi Politik dan Akuntabilitas Publik”, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, 5 Februari 1999;
Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia No. 32, tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-undang Republik Indonesia No. 33, tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
Undang-undang Republik Indonesia No. 17, tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-undang Republik Indonesia No. 1, tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

 (BY: DRS. EC. RUS BUDIJONO MM., AKUNTAN., IFRS, Akutan Register Negara D. 50.867) 
                                                      klik:  www.akuntanpublikswd.com